Demonstrasi Rusuh, Kepentingan Siapa?

Oleh: Muhammad Rofik Mualimin, Kolumnis/Dosen STAI Yogyakarta/Pengasuh Pontren Latifah Mubarokiyah/Penasihat Paguyuban Demak Bintoro Nusantara (PDBN)
YOGYAKARTA || Koranprogresif.id – 25 Agustus hingga 1 September 2025, menjadi periode penuh gejolak. Awal yang disebut-sebut protes kritis malah berubah menjadi luka demokrasi yang nyata. Awalnya, aksi pecah karena kemarahan rakyat atas tunjangan perumahan DPR Rp 50 juta sebulan. Sangat jauh dari realitas hidup rakyat yang digempur harga naik, subsidi minim, dan pajak berat.
Apa yang terjadi kemudian? Dalam sekejap, tuntutan politis untuk transparansi dan keadilan berubah menjadi kerusuhan yang menyayat hati. Gedung DPRD dibakar di Makassar, Bandung, Solo, Semarang, dan Mataram. Infrastruktur publik hancur, kerugian mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah.
Dari sudut pandang Lewis A. Coser, konflik ini bisa dipahami: tuntutan realistis–penolakan tunjangan DPR–bercampur konflik non-realistis yang muncul sebagai pelepasan emosi massa. Contoh klasik konflik realistis dan non-realistis dalam The Functions of Social Conflict (1956: 112-123). Konflik seperti itu tak selalu destruktif; ia bisa memperkuat solidaritas baru—antara mahasiswa, ojek daring, pekerja harian—sebagai “wajah baru” yang muncul lewat aspirasi kolektif.
Namun, ada juga sisi gelapnya: laporan menyebut adanya kelompok provokator yang sengaja menyusup dan memicu anarkisme untuk mendiskreditkan protes—cara yang mengulang taktik manipulatif saat Reformasi 1998. Jika benar, siapa yang diuntungkan? Elite politik bisa membenarkan respons represif, sementara aspirasi rakyat didesain menjadi simplifikasi: aksi bersuara —> kekacauan —> aparat diperluas kuasanya.
Statistiknya menyayat nurani. Hingga 1 September, setidaknya 9 orang tewas, termasuk si sopir ojol Affan Kurniawan yang terlindas rantis Brimob. Korban lain menyebar di Makassar, Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Jakarta. 1.821 orang ditangkap, dengan 68 mengalami kekerasan fisik dan 202 terkena gas air mata. Versi Polri berbeda, menyebut 3.195 orang ditangkap, dan 55 di antaranya ditetapkan tersangka.
Presiden Prabowo akhirnya membatalkan perjalanan ke China, mengumumkan pengurangan tunjangan DPR, dan menyelidiki tragedi Affan. Tapi utang politiknya masih besar: demonstrasi ini menyoroti betapa rapuhnya legitimasi politik jika tak responsif terhadap rakyat. ***