Hasil Kepemimpinan Prabowo Wajar Berlipat Diatas Keberhasilan Semua Mantan Presiden RI

Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik))
JAKARTA || Koranprogresif.id – Presiden RI, Prabowo Subianto (PS) produk kepemimpinannya mesti positif melebihi hasil kepemimpinan Ir. Soekarno, setidaknya menggunakan kaca mata politik sejarah kegagalan orla karena posisi yang sulit disebabkan bangsa ini baru saja merdeka dari kolonialis dan dampak pasca perang dunia ke-2.
Selaku Presiden RI, PS tentu diharapkan oleh mayoritas anak bangsa, lebih merajut hasil fisik pencapaian pembangunan ekonomi dari masa kepempinan Presiden Soeharto, selaku PS sebagai murid dan menantu serta nyata PS eksis terlibat dalam lingkaran militer di era Pemerintahan Soeharto
PS juga tentunya harus lebih cakap dari sistim pemerintahan Gus Dur dan Megawati yang dimaklumi suasana politik dari kedua figur pemimpin ini berkuasa saat euforia reformasi dimasa transisi 35 tahun kekuasaan orba.
Oleh karenannya, PS juga harus lebih arif dan bijaksana dari pembenahan dan pelaksanaan sistim di semua sektor (Politik ekonomi dan hukum) di era Presiden SBY. Dan catatan karier militer dan usia jenjang politik PS hampir sama dengan SBY.
Selebihnya pengalaman sejarah dan metode kepemimpinan kesemua sosok mantan Presiden RI patut dijadikan guru oleh PS menuju langkah upaya penyempurnaan dari pada semua sektor yang ada (politik-ekonomi-hukum serta budaya), selain PS seorang individu yang dikenal publik cukup cerdas untuk menjadikan pengamatan atas pengalaman dari segala macam rintangan seorang presiden sebagai kebutuhan memajukan Bangsa dan Negara RI
Dan terpenting PS wajib membuang residu yang mengotori kepemimpinan “negatif” pola Jokowi.
Antara PS dengan Jokowi harus mencolok perbedaan hasil kinerja kabinetnya disemua sektor. Hal perbedaan pencapaian yang siginifikan ini mengingat; dedikasi dan atau integritas serta kepribadian Jokowi yang realitas karakteristik dari sudut pandang objektif (secara jujur) terasa minus, hal ini sesuai gejala gejala fenomena sejarah Jokowi yang banyak memuat janji janji politik dan agenda program sejak pra berkuasa, saat dan pasca serta kontemporer yang dilontarkannya, namun nyatanya zonk atau lebih banyak “gagal total ditepati”. Termasuk jika berpatokan dengan latar belakang intelektualitas (edukatif) juga dari faktor biologis Jokowi, yang isunya masih penuh ‘tanda tanya dari sekian’ banyak dari individual tokoh, akdemisi dan berbagai lapisan kelompok masyarakat bangsa ini.
Maka bakal tampak hasilnya berdasarkan statistik dengan menggunakan data empirik dari pada hasil tingkat pencapaian ekonomi dan di semua sektor (2024-2029) apakah sama dengan, atau hanya lebih sedikit pencapaian dibanding era Jokowi dan apakah pola manajemen kepimpinan (leadership) PS ternyata sekedar adopsi pola sistim kepemimpinan Jokowi.
Maka kategori ‘kualitatif’ karya PS dengan level kecerdasan dan pengalaman politik dan dalam hubungannya yang menyangkut dedikasi dan atau integiritas, yang utamanya juga berdasarkan latar belakang karier politik dan strata pendidikan (intelektualitas) dan tidak kalah penting dalam penilaian asal usul keluarga (faktor biologis), maka bisa dikatakan PS sama, bahkan dibawah levelitas kepemimpinan Jokowi dalam mengelola negara? Ini logika komparasi dengan menggunakan barometer kredibilitas daripada sisi latar belakang antara kedua tokoh.
Dan akhirnya jika prototipe kepemimpinan politik yang eksis adalah pola leadership model Jokowi, cepat atau lambat secara alami bisa saja lahir gaung suara dari kelompok para “nalar sehat” yang mengkritisi pola dan kinerja PS. Dan bagaimana respon politik PS ? akan kah merasa diserang kebijakannya. Tentu implikasinya terhadap kinerja KMP akan berdampak alternatif, bisa positif atau negatif?
Lalu secara politis akan kah dimanfaatkan oleh Jokowi yang bakal mengaplikasi hasrat politiknya untuk mendongkel membesarkan nama Gibran.
Akhirnya jika ambisi politik Jokowi berhasil, rakyat bangsa ini tendensi akan semakin pahit masa depannya, bahkan geo politik tanah air antiklimaks jika suksesi kepemimpinan (PS) diarahkan kepada sosok figur Gibran Bin Jokowi yang bisa jadi cenderung lebih arogan dibanding Jokowi, selain karena kurang mumpuni dari sisi pendidikan formalnya serta terbatas (track record) pengalaman politiknya, sehingga dikhawatirkan kurang dewasa dalam berpikir dan mengambil putusan atau tidak bijak dalam mencari solusi atas polemik bangsa dan mengingat serta mempertimbangkan faktor biologis dengan genetika sosok Jokowi disertai ‘deskripsi historis’ sepak terjang politik kedua anak beranak?
Indikasinya, ada kesan kuat Gibran andai duduk di kursi RI 1 bakal bersikap otoritarian, ditengah ‘kerumunan’ para penjilat yang ditengarai berpola pikir diluar batas alas akal sehat.
Saran, prototipe politik PS dengan bayang bayang ‘figur’ Jokowi termasuk metode kepemimpinan politiknya harus dihapus dan segera dienyahkan, serta ideal PS mesti bersikap tegas dan tidak ragu implementasikan sistim hukum yang semestinya (due process & equal) terhadap tuntutan terkait semua temuan publik terhadap segala perilaku hukum “negatif” Jokowi yang belum daluwarsa menurut hukum. ***