Ragam

Indonesia Tertinggal Dalam Memanfaatkan Lulusan Teknik Biomedika di Rumah Sakit

JAKARTA || Koranprogresif.id – Prof. Dr. Eko Supriyanto P.H.Eng, Presiden Perkumpulan Teknik Pelayanan-Kesehatan Indonesia (PTPI) mengungkapkan bahwa, Keselamatan, mutu, keamanan, keramahan dan keterpantauan sarana, prasarana dan alat (SPA) di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) masih menjadi isu penting dalam sistem kesehatan nasional. Sejumlah insiden teknis di rumah sakit dan fasyankes menunjukkan bahwa, aspek penunjang teknis sering kali belum dikelola secara profesional.

“Salah satu penyebab utamanya, selain sistem manajemen dan keterbatasan biaya, adalah kurangnya tenaga teknik yang kompeten dan tersertifikasi di bidang pelayanan kesehatan,” ujarnya melalui keterangannya, Senin (20/10).

Menurut Prof. Eko, Federasi Teknik Pelayanan Kesehatan Internasional (IFHE), Tenaga Teknik di Rumah Sakit (Fanyankes) terdiri dari Tenaga Teknik Bangunan (Sipil dan Arsitektur), Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Lingkungan, Teknik Informatika dan Teknik Biomedika (Alat Kesehatan). Sejak tahun 1950-an di negara-negara di Eropa, tenaga teknik biomedika (biomedical engineers) telah
menjadi bagian integral dari sistem rumah sakit dan berperan dalam perencanaan, instalasi, pengujian, pengelolaan dan pemeliharaan peralatan serta sistem infrastruktur kesehatan.

Di Indonesia, disiplin teknik
biomedika sebagai bidang pendidikan formal baru berkembang dalam kurun waktu kurang dari satu
dekade dengan program studi pertama baru dibuka sekitar tahun 2014 di sejumlah universitas teknik. Akibatnya, jumlah lulusan yang siap bekerja di rumah sakit masih terbatas.

Saat ini, banyak pekerjaan teknis di rumah sakit mulai dari perencanaan, konstruksi, instalasi, pengujian, penilaian, pengelolaan, hingga pelatihan dan pengawasan sistem bangunan, listrik, tata udara, pengolahan limbah, alat kesehatan dan sistem informasi masih dirangkap oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hal ini menyebabkan hasil kerja kurang memenuhi standar minimum keselamatan dan mutu fasilitas kesehatan.

Disisi lain, tuntutan Revolusi Industri 4.0 membuat penggunaan teknologi di RS semakin masif, mulai dari sistem informasi terintegrasi hingga robotika. Ini mengindikasikan bahwa, Fasyankes membutuhkan
lulusan teknik dalam jumlah yang semakin besar. Sejalan dengan itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah secara resmi mengakui tenaga teknik biomedika sebagai bagian dari tenaga kesehatan.

“Untuk mendukung implementasi UU tersebut, diperlukan perumusan komposisi, kompetensi, jenjang karier dan standar remunerasi (gaji) bagi lulusan teknik yang bekerja di fasilitas kesehatan. Langkah ini penting agar profesional teknik memiliki jalur karier yang jelas dan diakui secara hukum, sekaligus memastikan fasyankes dikelola oleh tenaga ahli sesuai bidangnya,” ujarnya.

Menjawab terkait hal ini, Seminar “Kompetensi dan Karir Lulusan Teknik di Fasyankes Berdasarkan UU Kesehatan Terbaru” akan diselenggarakan oleh Perkumpulan Teknik Pelayanan-Kesehatan Indonesia dalam rangkaian INAHEF 2025, pada Jum’at (24 Oktober 2025), pukul 15.00–17.00 WIB di Gedung SMESCO Indonesia, Jakarta.

Seminar ini akan menghadirkan narasumber dari Kementerian Kesehatan RI, Perkumpulan Program Studi Teknik Biomedika Indonesia (P2TBI), serta Kolegium Teknik Biomedik Indonesia (KTBI) untuk membahas regulasi, kompetensi dan mekanisme pengakuan profesi teknik di fasyankes. (Red).

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan agenda lengkap INAHEF 2025, silakan kunjungi situs
resmi di https://inahef.com/atau hubungi Prof. Dr. Eko Supriyanto P.H.Eng., Presiden PTPI.

Show More

Berita Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Mohon Untuk Menonaktifkan Adblock