Saksi ASDP: Di Bisnis Kapal, Tidak Ada Aturan yang Batasi Umur Kapal

JAKARTA || Koranprogresif.id — Dalam bisnis pelayaran di dunia atau di Indonesia tidak ada aturan yang membatasi usia kapal. Demikian disampaikan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum, yaitu Ardhian Budi dari PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero).
“Umur kapal bukanlah ukuran dalam bisnis pelayaran. Ukurannya adalah apakah kapal layak jalan atau tidak,” ujar Ardhian, melalui keterangannya, Kamis (28/8) dalam sidang kasus akuisisi PT. Jembatan Nusantara (JN) oleh PT. ASDP Ferry Indonesia.
Ardhian menambahkan, meskipun usianya kapal tua, tapi kalau punya sertifikat laik layar, maka kapal itu punya nilai ekonomis, katanya lagi.
Sebelumnya dalam perkara ini para terdakwa dituduh merugikan negara senilai Rp 1,27 triliun.
Para terdakwa dalam kasus ini adalah mantan direktur utama PT. ASDP, Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono, selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024 dan Muhammad Yusuf Hadi, selaku Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024.
Dalam dakwaan terhadap tiga mantan direktur ASDP (Ira Puspadewi, pada Juli 2025, disebut bahwa mayoritas kapal PT. JN sudah berumur tua dan bahkan beberapa tidak layak beroperasi, seperti dua kapal yang diuji oleh Biro Klasifikasi Indonesia: satu bersertifikat tidak berlaku dan satu kapal ditemukan karam.
Hal itu yang diluruskan Ardhian, umur kapal bukanlah ukuran dalam bisnis pelayaran. Dia juga menunjukkan data kapal kapal di Indonesia paling banyak umurnya di atas 20 tahun.
“Ada kapal yang usianya 50 tahun dan masih laik jalan,” kata Ardhian.
“Kapal yang rusak (atau kandas) bukanlah kapal rongsok karena kalau dimaintain dan diperbaiki bisa berlayar lagi,” kata Ardhian yang mewakili BKI.
BKI atau PT. Biro Klasifikasi Indonesia (persero) adalah lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan survei dan sertifikasi untuk memastikan kapal layak laut, aman dan tidak mencemari lingkungan.
Soal kapal PT. JN yang dituduhkan Jaksa ada kapal yang karam, pembela terdakwa Soesilo Ariwibowo membantahnya. “Kapal itu tidak karam tapi kandas. Karam itu artinya tenggelam dalam air. Kalau kandas itu terdampar pada dan setelah diperbaiki kapal Musi itu sudah beroperasi kembali,” ujar Soesilo.
Sidang lanjutan kasus ASDP Kamis (28 Agustus 2025) menghadirkan tiga saksi. Mereka adalah Ardhian Budi (dari BKI) , Muhammad Ridhwan dari konsultan SMI, serta Heribertus Eri dari lembaga penilai publi atau KJPP SSR. Heribertus Eri, dari Kantor Jasa Penilai Perusahaan (KJPP) SSR sempat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum soal dia kaget melihat valuasi aset PT. Jembatan Nusantara (JN) oleh badan penilai publik KJPP MBPRU.
“Saya kaget. Ternyata penilaian aset-aset PT. JN begitu detail oleh MBPRU. Mereka sampai tanya ke petugas loket penjualan tiket,” kata Eri.
Eri menambahkan, KJPP MBPRU melakukan penilaian aset dengan dua metode. “Mereka pakai metode penjualan dan pendapatan,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pemeriksaan kasus Kepala Kantor Jasa Penilaian Publik MBPRU, Muhammad Syarif menyatakan, pihaknya telah menghitung nilai aset 53 kapal PT. JN senilai Rp 2,09 triliun.
Hasil valuasi MBPRU itu kemudian dicek ulang oleh KJPP SRR. Mereka menilai aset 42 kapal PT. JN adalah Rp 986 miliar dan 11 kapal lainnya senilai Rp 380 miliar atau total Rp 1,343 miliar.
Belakangan, PT. ASDP hanya merogoh kocek senilai Rp 1,27 triliun untuk akuisisi PT. JN. Akuisisi itu tidak cuma kapal, tapi juga trayek, izin rute dan SDM serta seluruh saham. Itu lebih murah 40 persen dari penilaian KJPP MBPRU yang menilai Rp 2,09 triliun untuk kapal saja.
Eri juga menjawab pertanyaan Jaksa soal tudingan Jaksa bahwa, harga negosiasi PT. ASDP dan PT. JN ditetapkan lebih dulu ketimbang laporan final dari kantornya, KJPP SRR. Menurut Jaksa, laporan akhir selesai akhir Oktober 2020, sementara negosiasi terjadi 8 Oktober.
“Saat negosiasi PT. ASDP dengan JN itu, mereka menggunakan patokan dari laporan survei-survei kami sebelumnya, (yakni laporan 30 September) meski belum ada laporan akhir tapi angka-angka yang ditetapkan di laporan awal dan akhir itu sama,” kata Eri lagi. (Red).